Sumber: Forbes | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Dinamika dunia kerja menjelang tahun 2026 menunjukkan tren peningkatan beban psikologis yang semakin berat di berbagai sektor industri.
Mengapa stres kerja meningkat di 2026? Berdasarkan data terbaru, tekanan kerja kini tidak lagi didominasi oleh profesi tertentu, melainkan telah menjadi isu sistemik yang memengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja secara luas.
Fenomena ini terlihat dari data pada tahun 2024 yang menunjukkan bahwa sekitar 90% karyawan merasakan stres di lingkungan kerja.
Baca Juga: Xiaomi 17 Ultra Segera Masuk Pasar ASEAN, Kapasitas Baterai Dipangkas
Sebanyak 50% di antaranya mengakui bahwa beban kerja yang berlebihan menurunkan produktivitas mereka, sementara 77% merasakan dampak stres terhadap kesehatan fisik.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi pelaku industri dan investor karena tingginya tingkat stres berkorelasi langsung dengan angka perputaran karyawan (turnover) dan penurunan daya saing perusahaan.
Sebuah analisis yang dilakukan oleh Welltory, aplikasi manajemen energi dan stres, mengidentifikasi sektor-sektor industri yang paling menantang di Amerika Serikat sepanjang tahun 2025 sebagai acuan menghadapi tahun 2026.
Pemeringkatan ini menggunakan metode normalisasi ilmiah dengan mempertimbangkan tujuh faktor utama, termasuk rata-rata jam kerja mingguan, tingkat lowongan pekerjaan, risiko cedera, hingga tingkat pengunduran diri sukarela.
10 Sektor Industri Paling Stres 2025
Melansir laporan dari Forbes, industri rekreasi dan perhotelan (leisure and hospitality) menempati urutan pertama sebagai sektor paling stres dengan skor 66 dari 100.
Faktor jam kerja yang tidak teratur, interaksi langsung dengan pelanggan, serta tingkat upah yang relatif rendah menjadi pemicu utama kelelahan emosional di sektor ini.
Berikut adalah daftar 10 industri dengan tingkat tekanan kerja tertinggi menurut laporan tersebut:
- Rekreasi dan Perhotelan: Skor 66
- Layanan Profesional dan Bisnis: Skor 56
- Transportasi dan Pergudangan: Skor 53
- Pertambangan dan Penebangan: Skor 50
- Layanan Kesehatan dan Pendidikan Swasta: Skor 46
- Informasi: Skor 43
- Konstruksi: Skor 43
- Perdagangan Ritel: Skor 42
- Utilitas: Skor 42
- Sektor Keuangan: Skor rata-rata yang stabil namun kompetitif.
Menurut Anna Elitzur, pakar kesehatan mental dari Welltory, stres kerja sering kali dipicu oleh desain kerja yang kurang tepat, bukan sekadar jenis pekerjaannya.
Baca Juga: Lenovo Pamerkan Konsep Laptop Layar Gulung Baru, ThinkPad Rollable XD
Ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan waktu pemulihan (recovery) menjadi akar masalah yang menyebabkan stres kronis di berbagai lini, baik pada pekerjaan administratif maupun lapangan.
Dampak Burnout terhadap Kehidupan Personal
Kondisi stres yang tidak terkelola dengan baik telah merambah ke kehidupan pribadi para pekerja.
Mengutip survei dari MyPerfectResume yang dibagikan Forbes, sekitar 63% karyawan melaporkan merasa terbakar atau burnout beberapa kali dalam seminggu.
Akibatnya, banyak pekerja yang terpaksa membatalkan rencana pribadi seperti liburan atau acara keluarga demi mengejar target pekerjaan.
Kondisi ini memicu siklus vicious di mana pekerja merasa kurang mendapatkan dukungan dari organisasi.
Hal tersebut mendorong munculnya tren disengagement atau ketidakterikatan karyawan terhadap visi perusahaan, yang pada akhirnya memicu keinginan untuk mencari pekerjaan baru atau keluar dari industri terkait.
Langkah Strategis Mencapai Keseimbangan Kerja
Menghadapi tekanan yang diprediksi terus meningkat hingga 2026, para ahli menyarankan pentingnya membangun ketahanan personal dan perubahan budaya organisasi.
Meskipun banyak perusahaan mulai menawarkan fasilitas kesejahteraan seperti tunjangan kesehatan mental atau jam kerja harian yang fleksibel, hal tersebut dinilai hanya menyentuh permukaan jika budaya "overextension" atau kerja berlebihan masih dihargai secara organisasi.
Dilansir oleh Forbes, Steven Buchwald, pakar kesehatan mental dari Manhattan Mental Health Counseling, menekankan bahwa kunci untuk kembali seimbang bukan melalui perubahan gaya hidup besar-besaran, melainkan melalui pergeseran kebiasaan kecil yang konsisten.
Tonton: BNPB Terima 34 Ribu Permohonan Hunian Korban Banjir Sumatra
Beberapa langkah praktis yang dapat diambil oleh pekerja untuk mengurangi risiko stres kronis meliputi:
- Menetapkan Batas Mikro (Micro-boundaries): Menentukan waktu henti kerja yang tidak dapat diganggu gugat setiap harinya.
- Komunikasi Kapasitas: Berkomunikasi secara jelas kepada atasan atau tim mengenai batas kemampuan beban kerja agar tidak terjadi penumpukan tugas.
- Istirahat Pemulihan yang Nyata: Mengambil jeda istirahat yang berkualitas tanpa paparan perangkat digital atau urusan pekerjaan.
- Menghindari Perfeksionisme Berlebih: Belajar untuk melepaskan rasa takut dianggap "mudah digantikan" yang sering kali memicu siklus burnout.
Bagi para profesional di bidang dengan tekanan tinggi, kemampuan untuk menggabungkan keahlian teknis dengan kecerdasan emosional menjadi faktor penentu keberhasilan jangka panjang.
Keseimbangan antara pencapaian hasil dan manajemen stres pribadi tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi stabilitas operasional perusahaan secara keseluruhan dalam menghadapi tantangan ekonomi di masa depan.
Selanjutnya: Kemensos Ingatkan Batas Akhir Pencairan BLT Kesra 31 Desember 2025
Menarik Dibaca: Samsung Galaxy Tab A11, Tablet Terbaik dengan RAM 8 GB & Penyimpanan hingga 2TB!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













